Minggu, 12 Maret 2017

Pendidikan Anak Tunadaksa(Jenis-jenis Kelainan karena Faktor Bawaan)

Jenis-jenis Kelainan Anak Tunadaksa karena Faktor 
Bawaan(Congenital Deformities)
Related image
Jenis-jenis kelainan karena faktor bawaan(congenital deformities) terbagi menjadi dua yaitu :

1. Kelainan Bawaan Pada Anggota Gerak Atas
a. Syndactilus
       Yaitu kelainan dengan ciri jari tangan kurang dari lima atau tidak memiliki jari.

b. Plydactilus
        Lahir dengan jumlah jari tangan lebih dari lima.

c. Tortocolis
        Leher miring ke kiri atau ke kanan, otot lehernya tegang sebelajh,wajah dan mata tidak simetris.

2. Kelainan Bawaan Pada Anggota Gerak Bawah.
a. Dislokasi Pinggul
        Disebabkan oleh pertumbuhan otot sendi pangkul paha yang tidak sehat sehingga kepala sendi tidak bisa masuk ke dalam mangkok sendi.

b. Genu Recurvatum
        Yaitu jenis kelainan dengan ciri lutut bengkok secara berlebihan ke arah belakang.

c. Cacat Pseudoartithosis
        Jenis kelainan dengan ciri antara terdapat sendi tambahan di antara lutut ataupun di antara mata kaki.

d. Club Foot
   (1)Talipes(pes) Planus atau Platfoot(Telapak kaki datar).
Image result for pes planus

 (2)Pes Calcaneus(Kaki bagian depan terangkat).
Image result for Pes Calcaneus

 (3)Pes Cavus atau High Arch Foot (kaki bagian tengah terangkat).
Image result for Pes Cavus

Kelebihan,Kekurangan dan Perbedaan antara Sistem Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi


Image result for disabilities quotes inspirational
Kelebihan Sistem Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi
a.    Kelebihan Sistem Pendidikan Segregasi
1)        Timbulnya rasa ketenangan pada siswa , karena berada pada lingkungan yang lebih homogin.
2)        Mudah berkomunikasi, karena ada kesatuan dalam berbahasa, yaitu bahasa isyarat.
3)        Siswa memperoleh layanan pendidikan dengan strategi yang lebih disesuaikan dengan kemampuan anak.
4)        Siswa dididik oleh tenaga pendidik yang berlatar belakang ilmu pendidikan luar biasa.
5)        Memudahkan kerja sama dengan tenaga ahli seperti dr. THT, Audiolog, Psikolog, dsb.
6)        Pada umumnya penyelenggaraan pendidikan khusus dilengkapi dengan sarana khusus yang diperlukan dalam pendidikan anak tunarungu.
b.   Kelebihan Sistem Pendidikan Integrasi
1)        Siswa disability dapat belajar bersama-sama dengan siswa yang tidak disability. Ini berarti ada proses sosialisasi sedini mungkin, saling mengenal antara siswa disability dan yang tidak disability, begitu pula sebaliknya. Ini akan berdampak pada pertumbuhan sikap siswa-siswa tersebut, yang akan bermanfaat pula kelak jika mereka telah dewasa.
2)        Siswa disability mendapatkan suasana yang lebih kompetitif, karena di sekolah umum ada lebih banyak siswa dibanding SLB.
3)        Siswa disability dapat membangun rasa percaya diri yang lebih baik.
4)        Siswa disability dapat bersekolah di mana saja, bahkan sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya, asal ia memenuhi persyaratan yang diminta; jadi tidak perlu terpisah dari keluarga mereka.
5)        Dari sisi kurikulum, dengan menempuh pendidikan di sekolah umum, disability akan mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa yang tidak disability.
c.    Kelebihan Sistem Pendidikan Inklusi
1)      Berkurangnya rasa takut akan perbedaan individual dan semakin besarnya rasa percaya dan peduli pada anak luar biasa.
2)      Peningkatan konsep diri (self concept) baik pada anak luar biasa maupun pada anak normal. Hal ini akibat dari pergaulan yang terjadi sehingga mnejadikan mkeduanya saling toleran.
3)      Pertumbuhan kognisi sosial makin berkembang pada keduanya. Mereka dapat saling membantu satu dengan yang lain, sehingga mendorong pertumbuhan ssikap sosial, yang pada gilirannya akan menumbuhkan kognisi sosial.
4)      Pertumbuhan prinsip-prinsip pribadi menjadi lebih baik, terutama dalam komitmen moral pribadi dan etika. Mereka saling tidak curiga dan merasa saling membutuhkan.
5)      Persahabatan yang erat dan saling membutuhkan. Mereka merasa saling membutuhkan untuk sharing dalam berbagai hal.

Kekurangan Sistem Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi
a.      Kekurangan Sistem Pendidikan Segregasi
Sosialisasi siswa tunarungu terbatas pada teman yang tunarungu, terlebih lagi bagi siswa tinggal di asrama, mereka kurang terbiasa melihat pola kehidupan anak mendengar, seperti pola belajar, pola bermain, dsb.
b.      Kekurangan Sistem Pendidikan Integrasi
Kelemahan dari sistem integrasi ini adalah siswa disability harus menyesuaikan diri dengan metode pengajaran dan kurikulum yang ada.Pada saat-saat tertentu, kondisi ini dapat menyulitkan mereka. Misalnya, saat siswa diwajibkan mengikuti mata pelajaran ”menggambar.” Karena memiliki hambatan penglihatan, tentu saja siswa disability tidak bisa ”menggambar.” Tapi, karena mata pelajaran ini wajib dengan kurikulum yang ”ketat”, ”tidak fleksibel,” tidaklah dimungkinkan bagi guru maupun siswa disability untuk melakukan ”adaptasi atau subsitusi” –untuk mata pelajaran ”menggambar” tersebut. Yang dimaksud substitusi adalah menggantikan maa pelajaran tersebut dengan tugas lain yang memiliki nilai kompetensi sama. Misalnya, menggambar adalah mata pelajaran yang melatih kreatifitas otak kanan untuk bidang visual; bisa digantikan dengan tugas lain yang memiliki tujuan kompetensi sama tau setara, misalnya mengarang
c.       Kekurangan Sistem Pendidikan Inklusi
Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.


3.    Perbedaan Sistem Pendidikan Segregasi, Integrasi dan Inklusi
Perbedaan ketiga model tersebut dapat diringkas sebagai berikut.
a.          Pendidikan segregasi
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
b.         Pendidikan integrasi / terpadu
Pendidikan terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetap menggunakan kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran reguler untuk semua peserta didik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu menuntut anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individual anak. Sedangkan keuntungannya adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar.
c.          Pendidikan inklusif
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada pendidikan inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masingmasing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi (Direktorat PLB, 2007: 4-6).

Adapun untuk lebih jelas mengenai perbedaannya dilihat dari beberapa dimensi adalah sebagaimana tabel berikut:
Dimensi
Segreagasi
Integrasi
Inklusi
Kurikulum
Kurikulum terpisah
Mengikuti kurikulum yang berlaku.
Kurikulum dirancang dan diajarkan berdasarkan kebutuhan anak.
Partisipasi
Belum ada partisipasi. Kalaupun ada, hanya sebatas pada kelompok tertentu saja.
Partisipasi penuh belum terjadi atau bahkan tidak ada.


Partisipasi penuh sudah mulai terbentuk dan merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi
Manfaat
Pendidikan lebih banyak ditujukan untuk anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus masih sulit mendapatkan pendidikan.
Anak berkebutuhan khusus sudah dapat menikmati pendidikan tapi sekolah (guru dan siswa/i) tidak dituntut untuk membuat persiapan khusus dan tidak harus
1.   Sebagian besar anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum dengan akses dan lingkungan yang kondusif.
2.   Guru dapat memperkaya wawasan  serta meningkatkan kreativitas dalam pengelolaan kelas.
3.   Siswa / siswi lainmenerima perbedaan yang ada dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi serta mampu menjalin persahabatan dengan anak berkebutuhan khusus.
4.   Orang tua anak berkebutuhan khusus merasa yakin bahwa anaknya akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik
Sistem Pendidikan
Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus terpisah dari sekolah umum.
Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi bagian dari sekolah umum.
Ada di dalam sistem sekolah umum, dimana pelaksanaan pendidikan, pengelolaan kelas dapat menjamin peningkatan pendidikan dan akses untuk semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Tanggung jawab
Tanggung jawab ada pada masing -masing unit penyelenggara pendidikan.
Tanggung jawab tergantung relasi dan kepedulian masing-masing guru.
Guru wali kelas, guru bidang studi serta guru pembimbing khusus bertanggung jawab penuh pada kelangsungan proses belajar anak berkebutuhan khusus.

Rabu, 01 Maret 2017

Jenis-Jenis ABK(Children With Special Need)


Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus


A.. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan




Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.



B. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran



Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus



C. Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan Perilaku.




Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.


D. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Image result for tunadaksa quotes


Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.



E. Tunagrahita




Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata(IQ dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum umur 18 tahun


F. Cerebral palsy 



Gangguan / hambatan karena kerusakan otak(brain injury) sehingga mempengaruhi pengendalian fungsi motorik.




G. Gifted (anak berbakat)






Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreatifitas, da tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya(anak normal)



H. Autistis



Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.



I. Asperger




Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya. Namun gangguan pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan istilah ”High-fuctioning autism”. Hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme. Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan berbibicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin.


J. Rett’s Disorder




Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi motoriknya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan.



K. Attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)




ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.



L. Lamban belajar (slow learner) :



Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.


M. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik



Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).